Pada Batas Penantian Episode 1


Pagi itu gerimis masih enggan pergi. Hawa dingin membungkus desa. Meski sebenarnya jam menunjukkan angka 8 tapi tetap saja matahari tak menampakkan hidungnya.
“Nduk, ayo bangun” suara ibu Sarah dibalik pintu kamar, membangunkan anak gadis nya.
“Inggih Bu” suara Sarah menimpalinya, sambil setengah mimpi.
Tak seberapa lama Sarah keluar dengan muka yang masih terlihat kantuknya. Tak biasa bagi Sarah sang ibu membangunkannya. Ibu Sarah tahu benar, di rumahlah sang putri beristirahat sepenuhnya dari aktifitasnya. Tuntutan pekerjaan, kuliah dan beberapa organisasi yang diikutinya di kota memaksa Sarah istirahat adalah sesuatu yang langka.Sehingga ketika di desa, di rumah orang tuanya itulah Sarah banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat. Seperti kebiasaannya setiap pulang, akan tidur kembali setelah sembahyang.
“Ndang cuci muka, terus sarapan”Kata ibu Sarah sambil menaruh sepiring pisang goreng dan segelas teh manis. Makanan tersebut ternyata telah menjadi obat mujarab untuk menghilangkan kantuk Sarah dan mengganjal perutnya yang sedari keroncongan.
Sebenarnya Sarah sudah tahu maksud Ibu Sarah membangunkan dirinya.Sedari awal kepulangan Sarah yang lebih awal dari jadwal juga karena keinginan dari ibunya. Dengan segala kesibukannya ibu Sarah paham betul untuk sekedar pulang Sarah harus menentukan jadwal. Sehingga bisa dipastikan kalau bukan sesuatu yang penting tak mungkin ibunya meminta Sarah pulang.
Hati kecil Sarah mengatakan kepulangan kali ini pasti tak lepas dari keinginan ibunya untuk meminta Sarah segera berumah tangga. Meskipun beberapa kali ibu sering menyinggungnya tapi Sarah selalu mengelak. Tak untuk kali ini. Meskipun jika boleh memilih Sarah ingin menghindar untuk membicarakan masalah yang akan dibahas oleh ibu, tapi jujur sarah juga tak mampu.
“Wis Sarapan Nduk” sapa ibu yang mengagetkan sarah.
“Sampun Bu” jawab Sarah sambil memandangi gerimis yang enggan berhenti di teras rumah.
“Nduk,kapan wisuda? Tanya ibu Sarah sambil duduk di dekat putrinya.
“Insyallah bulan depan Bu” jawab Sarah
“Bentar lagi kamu wis sarjana nduk, ibuk lan Almarhum bapak pasti pengen kamu yo mikirne masa depan mu” penjelasan ibu mulai panjang.
“Saya juga sudah memikirkan bu, Alhamdulillah saya juga sudah mendapat pekerjaan yang bagus Bu”
jawab Sarah “dan saya ingin mengajukan beasiswa S2 ke luar negeri”
“ bukan itu Nduk” Sela ibu “Ada yang lebih penting” Ibu menghentikan bicaranya. Sarah pun juga terdiam. Dugaannya benar, itulah yang sebenarnya diinginkan ibu.
“Nak Lukman, putra Pak Sholeh minta kamu jadi istrinya nduk” kata Ibu Sarah mengakhiri percakapannya sore itu.
Jujur Sarah gamang dalam menentukan nasibnya setelah kuliah. Sarah tahu orang tuanya pasti menginginkan anaknya untuk menikah. Bagi warga desa usia Sarah menjelang dua lima bukan muda lagi. Teman-teman SD nya bahkan ada yang sudah memilki anak tiga. Namun dirinya belum siap. Entah sebuah kisah masa lalu atau keinginan untuk mengejar kuliah ke luar negeri yang lama diimpikannya.
Tentang Hasan, meskipun lamat- lamat Sarah mengingatnya. Memang Lukman bisa dibilang cukup dekat dengan keluarga Sarah. Lukman merupakan teman Mas Salim. Dulu Lukman sering main ke rumah sebelum Sarah dewasa. Tapi setelah Sarah SMA di kota dan melanjudkan kuliah sudah tak bertemu lagi dengan Lukman. Apalagi setelah Mas Salim bekerja di Kalimantan Lukman tak pernah main lagi. Yang Sarah tahu setelah SMA Lukman mengurus toko kelontong keluarganya di depan pasar di kecamatan. Hanya itu, wajahnya pun Sarah telah lupa.
Sarah tetap mundar mandir dan berganti pakaian entah ke berapa kali. Hati Sarah rasanya tak karuan. Sore tadi ibu memberitahu kalau malam ini Lukman akan ke rumah sarah untuk bertemu Sarah. Meskipun tak menolak tapi keputusan Lukman untuk ke rumah adalah keputusan sepihak ibu. Tapi entah mengapa sarah juga merasa gundah di hatinya. Sebuah rasa yang lama telah mati atau tak ada lagi tapi kini hidup lagi. Entahlah, Sarah tak mampu juga untuk menterjemahkannya.
Sebenarnya dekat dengan lelaki bukan sesuatu yang asing. Di tempatnya kuliah teknik kimia hanya beberapa teman wanita dari sekian mahasiswa di angkatannya. Pun dalam pekerjaannya sebagai Content marketing di sebuah e-comemmerce juga kebanyakan laki-laki. Menjalin kepada hubungan serius tidak pernah Sarah lakukan. Atau tepatnya Sarah sengaja untuk tidak melakukannya. Ya sejak lelaki itu membawa separuh hatinya, seolah arah menutup diri untuk lelaki.
“Sarah, kamu sudah siap?” Tanya Mbak Mira, kakak perempuan satu-satunya.
“ehm..Sarah..” Sarah ragu.
“Apa yang kamu ragukan Sarah” Mbak Mira mendekati Sarah “ini hanya pertemuan Sarah, selanjudnya bisa dipikirkan kembali” Mbak Mira melanjutkan. Kali ini tatapan Mbak Mira yang meyakinkan Sarah membuat Sarah juga yakin untuk melangkah. Ah, Mbak Mira datang jauh dari Malang bersama keluarga kecilnya demi menemani Sarah dipertemuan dengan Lukman.
Dengan menggunakan setelan coklat Sarah semakin terlihat manis malam itu. Sarah keluar menemui Lukman ditemani Mbak Mira . Sementara di ruang tamu telah ada Mas Ilham suami Mbak Mira, ibu Sarah dan tentunya Lukman. Dan ketika pandangan Sarah dan Lukman pun bertemu, ada rasa yang menjalar diantara mereka berdua. Jika rasa itu adalah cinta, tidakkah terlalu dini hadir dipertemuan pertama kali?

1 comment:

Powered by Blogger.