Bunga Untuk Ibu


Pagi ini mentari cerah menyinari. Tanpa awan yang menutupi seperti tadi malam. Itu artinya aku bisa menjalankan misi yang lama ku tunggu. Memberikan ibu bunga ditepat ulang tahunnya. Meskipun bukan barang berharga tapi ibu pecinta bunga. Jadi pasti ibu bahagia merimanya.


Setelah sarapan, sambil menunggu ayah bersiap aku banyak bercerita kepada ibu. Tentang kegiatan disekolah yang mulai banyak PR, teman-temanku dan serta rencana pulang telambat hari ini. Untuk alasannya, terpaksa aku berbohong pada ibu dengan mengatakan akan belajar kelompok. Ketika ayah telah menyalakan motornya tanda aku harus mengakiri cerita dengan ibu. Setelah berpamitan, dan ibu menyium pipiku sebagai tanda cinta. Aku dan ayah pun berangkat bersama dengan riang gembira.
 Sampai di sekolah ayah mengatarku sampai gerbang sekolah. Ternyata Nisa teman sekolahku telah menunggu disana. Setelah bersalaman dengan ayah dan ibu guru aku segera menyapa Nisa.

“Nisa, rencana kita jadikan?”, Tanyaku tak sabar.
“Tentu” jawab Nisa “Tapi apa kamu sudah ijin ibu mu untuk pulang terlambat Ir?”, Tanya Nisa
“Sudah, tapi aku berbohong kalau mau mengerjakan tugas kelompok”.
“Baiklah” Nisa mengakiri bicara tanda setuju. Kami pun berjalan beriringan menuju kelas empat.
Hari ini di sekolah Bu Yana menerangkan IPA tentang makhluk hidup. Biasanya aku paling semangat untuk mendengarkannya. Tapi kali ini aku hanya berharap bel tanda pulang segera berbunyi. Rencana saya untuk pergi dengan Nisa ke kebun belakang rumahnya bisa segera kami lakukan.

------------------

Sebenarnya bukan pertama kalinya saya pergi ke rumah Nisa. Biasanya jika ke rumah Nisa ayah atau Mas Fahri kakakku mengantarkanku. Tapi kali ini kami berdua jalan kaki dari sekolah. Jarak yang cukup jauh membuat ku mulai kelelahan. Apalagi matahari sedang berada tepat diatas kepala. Rasa salut ku kepada Sahabatku Nisa yang tetap riang meski kepanasan. Tak ada rasa mengeluh walaupun setiap hari harus berjalan kaki.

“Kamu capek Ir?” Tanya Nisa yang mengagetkan ku. Gelengan kepalaku menandakan aku masih kuat untuk berjalan.
“Itu sudah terlihat kebunnya”, kata Nisa sambil menunjuk kebun yang terlihat banyak bunga.
Rasa capek ku pun langsung hilang. Karena saya segera berlari menuju kebun yang ditunjuk Nisa. Ada sebuah pohon bunga yang terlihat berwarna dari pada pohon lainnya. Rencananya saya ingin memetiknya dan menghadiahkannya pada ibu.
“Hati- hati Ir naiknya, nanti kamu bisa celaka”, Nisa memperingatkan karena melihat aku naik dengan tergesa- gesa. Belum usai Nisa memperingatkan “praakkkkk” ranting yang ku naiki tak kuat menahan badanku. Patah. Saya pun ikut tersungkur jatuh ke tanah.

Melihat aku jatuh Nisa dan ibunya pun segera menolong. Setelah mengobati tangan ku yang berdarah ibu Nisa mengantar ku pulang. Di rumah ibu terlihat panik melihat ada luka ditangan ku. Setelah mengucapkan terima kasih dan mengantar ibu Nisa pulang, ibu memeriksa kembali luka ku. Sambil aku cerita kejadian awal hingga akhirnya aku jatuh

“Ira, ibu tahu kamu ingin memberi hadiah untuk ibu”, sambil memandangku ibu tersenyum.
“iya bu”, jawabku singkat sambil menundukkan wajah
“Tapi caranya ini berbahaya. Lain kali jangan diulangi ya”, setelah mengusap rambutku ibu pun meminta ku beristirahat.

Sambil istirahat dikamar serta memandangi langit- langit, ada pelajaran yang dapat aku ambil hari ini. Boleh saya memberikan hadiah untuk orang lain, tapi untuk melakukannya harus jujur. Seperti kisah ku yang ingin menghadiahkan bunga untuk ibu.

No comments:

Powered by Blogger.